Minggu, 28 Desember 2014



Nama               : R Suparman                                      Mata Kuliah    : Apresiasi Puisi
Tingkat/kelas   : 2/A                                                     Dosen             : Ira Rahayu, S.Pd., M.Pd.
NPM               : 113050163
Pendekatan Objektif


Puisi “Negeriku”
Karya KH. Mustofa Bisri
Ketika penyair KH. Mustofa Bisri atau yang kita kenal dengan “Gus Mus” menulis puisi “Negeriku”, bisa dihubungkan dengan keadaan Indonesia melalui kata-katanya. Kata-kata yang menunjukkan keadaan penyair bisa ditelaah melalui metode puisi secara intrinsik, yakni berdasarkan (1) tema, (2) diksi, (3) imaji, (4) kata kongkret (kata nyata), (5) bahasa figuratif (majas), (6) rima, dan (7) nada.
Dengan puisinya berikut,

NEGERIKU
Mana ada negeri sesubur negeriku
Sawahnya tak hanya menumbuhkan padi, tebu, dan jagung
Tapi juga pabrik, tempat rekreasi, dan gedung
Parabot-parabot orang kaya didunia
Dan burung-burung indah piaraan mereka
Berasal dari hutanku
Ikan-ikan pilihan yang mereka santap
Bermula dari lautku
Emas dan perak hiasan mereka
Digali dari tambangku
Air bersih yang mereka minum
Bersumber dari keringatku
Mana ada negeri sekaya negeriku
Majikan-majikan bangsaku
Memiliki buruh-buruh mancanegara
Brangkas-brangkas ternama di mana-mana
Menyimpan harta-hartaku
Negeriku menumbuhkan konglomerat
Dan mengikis habis kaum melarat
Rata-rata pemimpin negeriku
Dan handai taulannya
Terkaya di dunia
Mana ada negeri semakmur negeriku
Penganggur-penganggur diberi perumahan
Gaji dan pensiun setiap bulan
Rakyat-rakyat kecil menyumbang
Negara tanpa imbalan
Rampok-rampok diberi rekomendasi
Maling-maling diberi konsesi
Tikus dan kucing
Dengan asik berkolusi



Puisi Negeriku karya KH. Mustofa Bisri bertemakan tentang “kekayaan Indonesia yang dinikmati oleh orang-orang besar “, ini terlihat dari tiap bait dalam puisi tersebut. Dalam tiap baitnya menggambarkan tentang kekayaan yang ada di Indonesia tetapi banyak dinikmati oleh orang-orang besar.
Bahasa yang digunakan dalam puisi negeriku ini sangat sederhana, artinya menggunakan bahasa yang sering kita gunakan sehari-hari. Namun, walaupun menggunakan bahasa yang sering digunakan sehari-hari, dalam puisi ini tetap adadiksi-diksi yang membuat puisi ini indah dan menarik untuk dibacakan maupun didengarkan. Diksi atau pilihan kata dalam puisi tersebut mampu memperkuat makna puisi secara mendalam. Salah satunya, pada bait “Air bersih yang mereka minum Bersumber dari keringatku” bukan diartikan bahwa air bersih itu bersumber dari keringat seseorang, tetapi itu adalah diksi yang menggambarkan bagaimana pekerja sangat bekerja keras dalam bekerja, untuk menghasilkan sumber daya alam berupa air bersih. Pemilihan kata keringat sangat tepat untuk puisi tersebut, karena keringat adalah bukti bagaimana seseorang dapat sudah bekerja keras.
Pada bait lain yang menggambarkan ketidakenakan Indonesia adalah “Dan mengikis habis kaum melarat”. Pemilihan diksi tersebut mengisyaratkan bahwa adanya tindakan ketidakadilan atau penindasan terhadap masyarakat miskin. “mengikis” dan “melarat” merupakan diksi untuk mewakili kata yang memiliki makna merebut sesuatu secara perlahan dari masyarakat atau orang-orang miskin.

Unsur imaji dalam puisi tersebut sangat tergambar jelas dari tiap baitnya, karena menggunakan bahasa yang sangat sederhana. Penyair merasakan banyak hal yang telah terjadi di negerinya. “Mana ada negeri sesubur negeriku” bait pertama pada puisi Negeriku mengisahkan negeri yang sangat subur tanpa ada yang membadinginya, itu pandangan dari seorang penyair melalui karyanya. Penyair juga menyatakan melalui puisinya, bahwa kekayaan yang dimiliki oleh negeri yang didiaminya telah banyak digunakan dan dinikmati oleh orang-orang di luar sana. Salah satu bait yang menyatakan hal tersebut adalah “Emas dan perak hiasan mereka digali dari tambangku”.


Dalam puisi Negeriku lebih banyak mengemas kata denotatif atau kata nyata untuk menghubungkan pemikiran imaji dengan realitas.  Unsur kata nyata amat diperlukan agar puisi lebih mudah dimaknai. Namun selain kata denotatif yang lebih banyak, dalam puisi tersebut juga mengandung kata konotatif.

Beberapa kata konotatif diketemukan pada puisi tersebut antara lain, “Air bersih yang mereka minum bersumber dari keringatku”, “Negeriku menumbuhkan konglomerat dan mengikis habis kaum melarat”,” Penganggur-penganggur diberi perumahan”, “Rampok-rampok diberi rekomendasi”, “Maling-maling diberi konsesi”, dan “Tikus dan kucing dengan asik berkolusi”

Selain kata nyata, unsur lain yang tak kurang pentingnya adalah majas. Perumpamaan atau perbandingan dilakukan Gus Mus untuk memperkuat makna puisi itu. Coba lihat pada perumpamaan “Mana ada negeri sesubur negeriku” yang merupakan perumpamaan bahwa  negeri yang ditinggalinya memiliki kekayaan alam yang berlimpah. Sementara majas “Air bersih yang mereka minum bersumber dari keringatku” menyatakan bahwa warga atau penduduk pribumi sangat pekerja keras hingga menghasilkan sumber daya alam berupa air bersih. Lalu pada perumpamaan “Majikan-majikan bangsaku memiliki buruh-buruh mancanegara”, ini perumpamaan bahwa di negeri yang ditinggalinya mempunyai penguasa-penguasa yang memiliki banyak pegawai yang bekerja di luar negeri yang banyak menjadi pekerja rumah tangga atau buruh pabrik. Sedangkan pada bait terakhir “Tikus dan kucing dengan asik berkolusi”, kata tikus dan kucing adalah perumpamaan untuk pejabat yang melakukan tindak kriminal berupa korupsi.

Unsur lain dalam karya sastra berupa puisi seringkali pula menyertakan rima. Meskipun bukan unsur utama dalam metode puisi, rima seringkali menjadi bumbu penyedap untuk meneguhkan sebuah puisi. Berikut rima-rima yang ada pada puisi Negeriku berupa rima “ung” yakni, “Sawahnya tak hanya menumbuhkan padi, tebu, dan jagung/ Tapi juga pabrik, tempat rekreasi, dan gedung”.
Pada bait berikutnya berupa rima “ku” yakni, “Parabot-parabot orang kaya didunia dan burung-burung indah piaraan mereka berasal dari hutanku/ Ikan-ikan pilihan yang mereka santap bermula dari lautku/ Emas dan perak hiasan mereka digali dari tambangku/ Air bersih yang mereka minum bersumber dari keringatku”.
Kemudian bait berikutnya yaitu rima “rat”, “Negeriku menumbuhkan konglomerat/ Dan mengikis habis kaum melarat”. Selanjutnya pada ada rima “an” yakni, “Penganggur-penganggur diberi perumahan/ Gaji dan pensiun setiap bulan/ Rakyat-rakyat kecil menyumbang Negara tanpa imbalan”.
Dan pada bait terakhir adalah rima “si” yakni, “Rampok-rampok diberi rekomendasi/ Maling-maling diberi konsesi/ Tikus dan kucing Dengan asik berkolusi”.

Jika dibacakan, puisi ini lebih baik di suarakan dengan suara yang keras, tegas, dan penuh emosi ketika membawakannya. Karena dengan begitu kita dapat mengayati isi puisi tersebut. Dan orang-orang yang mendengarnya pun bisa ikut terbawa suasana. Jadi, nada tinggi adalah nada yang tepat untuk puisi Negeriku.

Rabu, 24 Desember 2014

SALAH

Aku pikir hanya batu yang keras,
Tetapi salah
Aku pikir hanya air yang dapat mengalir deras,
Itu juga salah
Aku pikir hanya angin yang mampu menerbangkan kertas,
Dan itu juga salah.
Sampai aku menatap bintang di tengah kegaduhan yg sunyi,
Aku tidak mampu menafsirkannya.